PBB Ungkap Jaringan Sindikat Kriminal Asia Tenggara di Telegram
Hide Ads

PBB Ungkap Jaringan Sindikat Kriminal Asia Tenggara di Telegram

Anggoro Suryo - detikInet
Selasa, 08 Okt 2024 10:15 WIB
LONDON, ENGLAND - MAY 25:  A close-up view of the Telegram messaging app is seen on a smart phone on May 25, 2017 in London, England. Telegram, an encrypted messaging app, has been used as a secure communications tool by Islamic State. (Photo by Carl Court/Getty Images)
Ilustrasi Telegram. Foto: Carl Court/Getty Images
Jakarta -

Sindikat kriminal di Asia Tenggara disebut menggunakan Telegram sebagai bagian dari kejahatannya.

Temuan ini diungkap oleh badan milik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) bernama United Nations Office for Drugs and Crime (UNODC) dalam laporan terbarunya, demikian dikutip detikINET dari Reuters, Selasa (8/10/2024).

Menurut UNODC, Telegram membuat perubahan besar dalam operasional sejumlah sindikat kriminal besar di Asia Tenggara. Penyebabnya adalah moderasi di Telegram sangat minim serta tingkat enkripsi pesan yang tinggi, yang membuat Telegram menjadi tempat ideal untuk melakukan aktivitas ilegal.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mereka pun menyebut Telegram menjadi sentra utama untuk pertukaran data hasil peretasan. Termasuk di dalamnya adalah data kartu kredit curian dan data pribadi yang lazim diperjualbelikan secara "terbuka" di Telegram.

Selain itu, software yang lazim dipakai penjahat siber seperti software deepfake ataupun malware pencuri data juga diperjualbelikan di platform ini.

ADVERTISEMENT

Ada juga tempat penukaran mata uang kripto tanpa lisensi yang beroperasi di Telegram, yang membuatnya bisa dijadikan tempat pencucian uang. Bahkan jasa ini pun sempat dipromosikan dalam sebuah iklan yang berbunyi "Kami memindahkan USDT 3 juta hasil curian ke seluruh dunia setiap harinya," yang menunjukkan skala operasi yang ada di aplikasi ini.

"Ini adalah bukti kuat dari pasar gelap yang berpindah ke Telegram," tulis UNODC dalam laporan tersebut.

Laporan tersebut juga menyebutkan banyak sindikat kriminal ini yang berasal dari China dan melancarkan aksinya dari lokasi yang tak terdeteksi menggunakan pekerja ilegal. Industri ini juga disebut menghasilkan uang antara USD 27,4 miliar hingga USD 36,5 miliar setiap tahunnya.




(asj/afr)